Rabu, 07 Mei 2008

Gosong Niger: Samakah dengan Ambalat?

Gosong Niger: Samakah dengan Ambalat? Cetak E-mail
Oleh I Made Andi Arsana
Senin, 06 Maret 2006
I Made Andi ArsanaNampaknya kasus-kasus yang berkaitan dengan isu perbatasan antara Indonesia dan Malaysia tak kunjung usai. Ambalat, salah satu kasus terkini yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia, sepertinya bukanlah yang terakhir. Ketika proses perundingan sedang berlangsung, kini kasus lain mengemuka. Gosong Niger adalah salah satu isu hangat, seperti biasa, di Indonesia. Tidak jelas diketahui apakah masalah ini juga menjadi perhatian masyarakat Malaysia.

Isu ini mencuat ketika salah satu kapal survey Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat kedapatan berada sekitar 0,7 mil laut dari garis batas, di wilayah Malaysia. Tentara Laut Diraja Malaysia, mengklaim kapal survey Indonesia telah melakukan pelanggaran batas. Sementara itu, Gosong Niger berada di kawasan perbatasan laut antar Indonesia dan Malaysia di mana kasus ini bermula, sekitar 5,5 mil laut dari Tanjung Datu. Gosong Niger menempati kawasan seluas 50 kilometer persegi membentang dari barat ke timur (Tempo, Februari 2006). Istilah "gosong" nampaknya tidak terlalu umum dalam Bahasa sehari-hari di Indonesia yang berarti gundukan pasir alluvial tenggelam di perariran dangkal. Dalam Bahasa Inggris, terminalogi gosong ini bisa disebut sebagai sandbar.

Peta Gosong Niger
sumber : I Made Andi Arsana

Menurut pemberitaan media, salah satu isu lain yang kemudian terungkap adalah bahwa tentara laut Malaysia biasanya mengadakan patroli dan tidak mengijinkan nelayan Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan di sekitar Gosong Niger. Beberapa sumber menyatakan bahwa para nelayan tradisional umumnya tidak tahu kalau Gosong Niger tersebut berada di dalam kedaulatan Indonesia karena mereka melihat kapal tentara laut Indonesia mankal di kawasan tersebut hampir setiap hari. Akibatnya, para nelayan Indonesia tidak memiliki akses pada sumberdaya alam di sekitar Gosong Niger.

Berkaitan dengan batas dasar laut antara Indonesia dan Malaysia tahun 1969, Gosong Niger adalah bagian dasar laut yang terbagi oleh garis batas laut di mana dua per tiga bagiannya berada di wilayah Indonesia. Dari sini bisa dilihat bahwa kedaulatan atas Gosong Niger sesungguhnya jelas.

Meski demikian, harus diingat bahwa tidak ada batas laut wilayah di kawasan tersebut (sebelah utara Tanjung Datu). Dengan kata lain, kedua negara telah menyepakati batas dasar laut tetapi belum menentukan batas tubuh air (water column). Ini berarti bahwa perihal kedaulatan dan hak berkuasa di kawasan tersebut belum jelas. Akibatnya, tidak bisa diputuskan begitu saja apakah Indonesia atau Malaysia telah melakukan pelanggran batas atau tidak. Meski demikian, secara de facto, keberadaan batas dasar laut juga dianggap sebagai batas laut wilayah (water column). Bisa jadi ini alasannya mengapa Indonesia atau Malaysia meduga bahwa segala aktivitas di perairan yang melewati garis batas tersebut dianggap pelanggaran.

Perlu ditegaskan, adalah tidak tepat sekaligus berbahaya jika batas dasar laut dianggap juga sebagai garis batas untuk zona laut lainnya (zone ekonomi eksklusif dan laut wilayah) karena akan menimbulkan permasalahan bagi kedua belah pihak dalam menegaskan klaimnya. Sesungguhnya, hal ini justru seharunya menjadi perhatian Indonesia karena garis batas dasar laut yang telah disepakati berada di sebelah barat garis sama jarak (equidistance line) dan menguntungkan Malaysia (lihat gambar 2). Sebuah analisis spasial menunjukkan bahwa Indonesia semestinya berhak atas "tambahan wilayah laut" sebesar 24,000 kilometer persegi, seandainya garis yang digunakan untuk menentukan batas laut wilayah adalah garis sama jarak, seperti yang diisyaratkan dalam pasal 15 UNCLOS.

Sebagai dua negara pantai yang berdampingan (adjacent) satu sama lain, Indonesia dan Malaysia memiliki klaim laut wilayah yang tumpang tindih (overlapping claim) di kawasan sekitar Gosong Niger. Tidak adanya batas laut wilyah (territorial sea boundary) antara Indonesia dan Malaysia, berakibat adanya ketidakpastian kedaulatan atas laut wilayah. Jika orang Malaysia atau Indonesia beraktivitas melewati garis batas tetapi tetap dalam kawasan tubuh air (water column) tanpa menyentuh dasar laut, maka mereka tidak bisa dikatakan melakukan pelanggaran. Penuntutan (tuduhan akan tindak pelanggaran) hanya bisa dilakukan kalau terjadi aktivitas lintas batas yang melibatkan dasar laut Gosong Niger.

Media juga memberitakan bahwa Malaysia telah mendirikan pelayanan jasa pariwisata di sekitar area Gosong Niger dengan menyediakan fasilitas untuk menyelam, berenang, dan kegiatan wisata air lainnya. Jika ini benar maka tindakan tesebut bisa menimbulkan sengketa mengingat perbatasan di kawasan tersebut belum ditetapkan. Jika aktivitas ini melibatkan dasar laut yang batasnya sudah jelas dan melewati garis batas yang ada maka ini jelas adalah pelanggaran batas.

Beberapa pandangan di Indonesia mengemukakan bawah kasus ini mirip dengan Sipadan dan Ligitan, di mana Malaysia pada akhirnya akan diberi kedaulatan atas Gosong Niger karena Malaysia telah menunjukkan penguasaan efektif terhadapnya melalui kegiatan perekonomian dan pariwisata. Sesungguhnya pandangan ini tidak sepenuhnya benar karena sudah terdapat garis batas yang permanen antara Indonesia dan Malaysia di kawasan Gosong Niger, tidak seperti di Laut Sulawesi di mana Pulau Sipadan dan Ligitan berada. Tidak adanya garis batas di Laut Sulawesi, serta tidak adanya klaim hukum resmi terhadap kedua pulau itu adalah alasan adanya sengketa. Dalam kasus tersebut, penguasaan efektif (Effectivit?s) adalah pertimbangan yang relevan untuk memutuskan kedaulatan atas kedua pulau tersebut. Sementara itu, kedaulatan atas Gosong Niger sudah jelas dengan adanya garis batas dasar laut yang disepakati tahun 1969. Pelanggaran (atau penguasaan efektif) yang dilakukan oleh Indonesia atau Malaysia setelah tahun 1969 tidak akan mempengaruhi kedaulatan atasnya.

Kasus ini juga berbeda dengan Ambalat. Sengketa ambalat yang berada di Laut Sulawesi terjadi karena tidak adanyan batas dasar laut permanent antara Indonsia dan Malaysia. Lain halnya dengan Gosong Niger, sehingga tidak diperlukan lagi penarikan garis batas dasar laut yang baru seperti yang dibutuhkan untuk kawasan Ambalat.

Nampaknya sengketa perbatasan laut internasional tengah menjadi salah satu masalah utama di Indonesia belakangan ini. Banyak kasus berkaitan dengan perbatasan internasional, kedaulatan (sovereignty) dan hak kuasa (sovereign rights), telah menyita perhatian hampir semua orang termasuk di dalamnya kasus Ambalat, kepemilikan pulau, Gosong Niger, kejahatan/pelanggaran perbatasan, perampokan kapal, dan lain-lain. Sudah banyak pendapat dan saran disampaikan kepada pemerintah dan lembaga terkait, namun kenyataannya penyelesaiannya masih belum memuaskan. Berbagai kasus tetap saja bermunculan. Bisa dimengerti bahwa Pemerintah Indonesia saat ini sedang berjuang keras menyelesaikan berbagai persoalan yang lebih strategis seperti korupsi dan bencana alam, namun bukan berarti masalah perbatasan internasional, kedaulatan, dan hak kuasa bisa dinomerduakan.

http://www.geografiana.com/kolom/kolom/gosong-niger-samakah-dengan-ambalat


Tidak ada komentar: