Selasa, 05 Agustus 2008

PENDEKATAN HOLISTIK PERBATASAN

http://www.lukman-edy.web.id/article/2/tahun/2008/bulan/02/tanggal/02/id/112/

Sabtu, 02 Pebruari 2008 22:10:33

PENDEKATAN HOLISTIK PEMBANGUNAN PERBATASAN

  Sesuai dengan Strategis Nasional Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang mengacu pada RPJMN 2004-2009 telah ditetapkan adanya 26 kabupaten diwilayah perbatasan yang mencakup 12 provinsi. Baik itu perbatasan darat maupun perbatasan laut, yang kesemuanya masuk dalam kategori daerah tertinggal. Untuk itu KPDT memiliki konsen yang besar terkait dengan percepatan pembagunan di wilayah perbatasan. 


Harus disadari percapatan pembangunan di perbatasan menjadi amat penting karena perbatasan memiliki beberapa nilai-nilai strategis, yang antara lain meliputi ; (a) mempunyai potensi sumber daya yang besar pengaruhnya terhadap aspek ekonomi, demografi, politis, dan hankam, serta pengembangan ruang wilayah di sekitarnya. (b) mempunyai dampak penting baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun kegiatan lainnya, (c) merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat baik di wilayah yang bersangkutan maupun di wilayah sekitarnya, (d) mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional, (e) mempunyai dampak terhadap kondisi politis dan pertahanan keamanan nasional dan regional.

Berdasarkan pada data yang dimiliki oleh KPDT, per akhir tahun 2006 total jumlah penduduk yang ada kabupaten-kabupaten di daerah perbatasan adalah 4,4 juta jiwa, atau rata-rata per kabupaten perbatasan sekitar 174.018 jiwa. Dengan persebaran penduduk rata-rata adalah 51 jiwa per 1 kilometer persegi. Hal ini menjukkan bahwa jumlah penduduk di daerah perbatasan relatif kecil, atau kurang sebanding dengan luas wilayahnya. Dan, secara lebih jauh, kondisi masyarakatnya adalah masyarakat miskin.

Percepatan pembangunan wilayah perbatasan harus mampu mendorong empat nilai penting, yakni kontribusi wilayah perbatasan terhadap pembangunan nasional, mengingat fakta menunjukkan bahwa kontribusi nilai tambah satu kabupaten perbatasan secara nasional, tidak sebanding dengan luas daerah dan proporsi penduduk di wilayah tersebut. Sementara arus uang yang ke luar dari wilayah perbatasan Indonesia ke negara tetangga biasanya lebih besar. Fakta ini banyak terjadi di daerah-daerah perbatasan darat, seperti yang terjadi di kabupaten-kabupaten di Pulau Kalimantan.  

Selain itu, mengembangkan daya tarik daerah perbatasan di Indonesia, terlihat dari arus tenaga kerja dan sumberdaya alam, persoalan un-official economy, baik dari arus sumberdaya alam maupun tenaga kerja yang keluar dari Indonesia. 

Pada sisi lain, masih dominannya kemiskinan di daerah perbatasan banyak di akibatkan oleh kecilnya arus investasi kendala struktural, dan serta asumsi tentang kewenangan di daerah perbatasan yang masih terpusat pada pemerintah Pusat. 

Secara sosial ekonomi, daerah perbatasan memang memiliki karakteristik yang lambat untuk berkembang, hal ini disebabkan antara lain oleh karena lokasinya yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).  

Untuk itu, diperlukan pendekatan yang holistik dalam rangka melakukan percepatan pembangunan daerah perbatasan. Tentunya dengan melibatkan semua stake holders, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta maupun masyarakat itu sendiri.

Salah satu gagasan yang bisa dikembangkan adalah dengan menghadirkan sebuah kerjasama atau aliansi antara daerah perbatasan, atau dengan istilah mengembangkan aliansi strategis pembangunan yang berbasiskan pada kawasan yaitu perbatasan. Hal ini sangat mungkin dilakukan, mengingat daerah tersebut secara geografis adalah berbatasan antar negara. 

Aliansi strategis berbasis kawasan perbatasan akan menguntungkan, karena adanya kesamaan latar belakang kultur, geografis, geopolitik termasuk geoekonomi. Dan, pola aliansi yang sangat mungkin dikembangkan adalah koopetisi yang berbasiskan potensi SDA, baik industri perkebunan, pertanian serta perikanan. Meskipun demikian, cakupan dalam aliansi strategis daerah perbatasan tersebut tetap harus mempertimbangkan aspek spacial ekonomic.

Ditambah dengan fakta bahwa biaya ekonomi bagi sektor Industri di Indonesia masih sangat tinggi. Seperti tingginya tingkat suku bunga yang mencapai 15-20 persen dan mahalnya biaya transportasi di pelabuhan, membuat biaya produksi dan biaya ekspor menjadi sangat tinggi. Hal ini sangat menyulitkan bagi industri skala kecil dan menengah untuk bersaing. Belum lagi senantiasa terjadi peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) yang kesemuanya berakumulasi pada biaya tinggi. 

Beberapa keuntungan yang didapatkan antara lain adalah efisiensi dan efektifitas biaya industri karena letak yang berdekatan, sehingga dalam pengelolaan industri yang bersifat komplementer dilakukan dengan biaya yang lebih murah ketimbang berkongsi dengan daerah lain yang secara geografis berjauhan, meskipun berada dalam satu negara.

Hal lain yang perlu ditekankan dalam percepatan pembangunan daerah perbatasan adalah landasan atau payung hukum dalam pengelolaan kelembagaan masayarakat, serta penataan ruang daerah perbatasan. Perlu aturan main yang jelas dari pihak pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Oleh karenanya perlu ditetapkan Status Hukum Kawasan, dan Pembentukan Badan Pengelola. Selain itu, pendekatan kesejahteraan yang berjalan simultan dengan pendekatan keamanan perlu diterapkan dalam membangun kawasan perbatasan.

Dari aspek masyarakat juga perlu pengembangan sikap berpikir masyarakat, agar dapat memanfaatkan ekonomi perbatasan ke arah keuntungan masyarakat lokal, atau melalui pendidikan kewirausahaan di daerah perbatasan. Hal ini bisa dilakukan dengan (1) memungsikan wilayah-wilayah potensil di kawasan perbatasan, menentukan sektor dan komoditas unggulan, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi masuknya investasi; (2) menerapkan wawasan kebangsaan kepada masyarakat di perbatasan; (3) mengembangkan lembaga-lembaga keuangan lokal (bank dan non bank) yang diatur secara profesional agar dana dari daerah ini tidak keluar dan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pembangunan ekonomi lokal. 

Dengan demikian, diharapkan bahwa proses percepatan pembangunan daerah perbatasan mampu membalikkan arus keuntungan kepada masyarakat perbatasan, sehingga masyarakat perbatasan dapat menjadi pusat pertahanan yang tangguh untuk membangun kawasan perbatasan itu sendiri.

Tidak ada komentar: